Restartid.com – Nasib TikTok di Amerika Serikat (AS) kini hanya tinggal menghitung hari. Larangan yang direncanakan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025, menjadi pukulan besar bagi ByteDance, perusahaan induk aplikasi tersebut. Dalam menghadapi ancaman ini, ByteDance telah mempersiapkan langkah-langkah akhir, termasuk memberikan akses kepada pengguna untuk mengunduh data mereka sebelum aplikasi resmi dihentikan di AS.
TikTok: Antara Isu Keamanan dan Hak Kebebasan Berekspresi
TikTok telah berada dalam tekanan besar sejak Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang pada April 2024 yang mengharuskan ByteDance untuk menjual operasi TikTok di AS. Pemerintah AS menuduh aplikasi berbasis di Tiongkok ini sebagai ancaman keamanan nasional, dengan klaim bahwa data pengguna dapat dimanfaatkan untuk aktivitas spionase atau pemerasan.
TikTok mencoba melawan keputusan ini melalui banding, namun pada Desember 2024, pengadilan tetap menguatkan larangan tersebut. Jika diberlakukan, aplikasi TikTok tidak lagi tersedia di toko aplikasi Google dan Apple, dan pengguna tidak akan dapat mengakses pembaruan. Akibatnya, kualitas aplikasi akan menurun seiring waktu.
Sementara itu, Mahkamah Agung AS masih belum memberikan keputusan final. Pada sidang 10 Januari lalu, sembilan hakim cenderung mendukung larangan ini, tetapi mereka belum mengeluarkan keputusan resmi. Presiden terpilih Donald Trump meminta sidang ditunda hingga ia dilantik pada 20 Januari 2025.
Eksodus Kreator dan Penjual TikTok
Ketidakpastian ini telah memaksa banyak kreator dan penjual yang mengandalkan TikTok untuk bermigrasi ke platform lain. Salah satu aplikasi yang mendapat sorotan adalah RedNote atau Xiaohongshu, yang populer di kalangan pengguna media sosial AS. Aplikasi ini menawarkan fitur serupa TikTok, seperti video pendek yang terintegrasi dengan e-commerce.
Namun, pemain lain yang semakin mencuri perhatian adalah Whatnot, platform belanja livestream asal AS. Menurut laporan Bloomberg, Whatnot berhasil mengumpulkan pendanaan sebesar $265 juta pada akhir 2024, dengan valuasi mencapai $4,97 miliar.
Whatnot: Penantang Baru di Dunia E-commerce Livestream
Didirikan pada 2019 oleh Grant LaFontaine dan Logan Head, Whatnot berkembang pesat sebagai alternatif TikTok Shop. Startup yang berbasis di Los Angeles ini menawarkan kombinasi antara Instagram dan eBay, memungkinkan penjual untuk menghibur pembeli melalui streaming langsung sambil menjual produk.
Pada tahun 2024, platform ini mencatat penjualan barang senilai lebih dari $3 miliar, termasuk sepatu kets, barang koleksi, dan aksesori. Saat ini, ribuan penjual dari delapan negara menggunakan layanan Whatnot, dengan lebih dari 175.000 jam streaming langsung per minggu.
Grant LaFontaine, CEO Whatnot, menyatakan bahwa e-commerce sosial memiliki potensi besar untuk mengubah cara berbelanja secara global. Ia optimis, larangan TikTok akan membuka peluang lebih besar bagi platform seperti Whatnot untuk menarik pengguna yang selama ini bergantung pada TikTok Shop.
Meta, YouTube, dan Pesaing Lain
Tidak hanya Whatnot, sejumlah platform besar lain juga diprediksi akan meraih manfaat dari larangan TikTok. Meta telah mempromosikan Reels di Instagram dan Facebook sebagai alternatif video pendek sejak 2020. Jumlah pengguna Reels kini diperkirakan mencapai 726,8 juta, menurut laporan Datareportal.
Selain itu, YouTube (dengan Shorts), Snapchat, Twitch, dan Clapper juga dipandang sebagai pesaing utama TikTok yang akan mendapatkan momentum dari kebijakan ini.
Apa Selanjutnya untuk TikTok?
ByteDance tampaknya bersiap untuk skenario terburuk. Larangan di AS, yang memiliki sekitar 170 juta pengguna TikTok, akan menjadi kerugian besar bagi perusahaan. Namun, persaingan baru di pasar aplikasi video pendek dan e-commerce sosial dapat membuka peluang bagi pemain-pemain baru seperti Whatnot dan RedNote.
Keputusan akhir Mahkamah Agung dan perkembangan di hari-hari menjelang 19 Januari akan menentukan nasib salah satu aplikasi paling populer di dunia. Satu hal yang pasti, era baru kompetisi di dunia media sosial dan e-commerce akan segera dimulai.