Berita  

Banjir Kritik: Konglomerat Teknologi AS Hadiri Pelantikan Donald Trump

Banjir Kritik: Konglomerat Teknologi AS Hadiri Pelantikan Donald Trump
Presiden AS Donald Trump

Restartid.com – Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2025 menuai kritik tajam, terutama terkait dengan hadirnya para bos konglomerat teknologi besar di AS. Kehadiran tokoh-tokoh teknologi ini dianggap sebagai sebuah pernyataan mengejutkan tentang pengaruh kekuatan bisnis di dunia politik, yang menciptakan gambaran hubungan yang semakin kabur antara teknologi dan kekuasaan.

Dalam momen yang dipenuhi dengan sorotan kamera, hadir sejumlah bos teknologi terkemuka, termasuk Mark Zuckerberg dari Meta, Jeff Bezos dari Amazon, Elon Musk dari Tesla, X/Twitter, dan SpaceX, Sundar Pichai dari Google, Tim Cook dari Apple, Sam Altman dari OpenAI, Dara Khosrowshahi dari Uber, hingga Shou Zi Chew dari TikTok. Dengan kehadiran mereka yang signifikan dalam acara bersejarah tersebut, kritik terhadap perilaku mereka tak bisa dielakkan.

Politik Uang dan Kekuasaan: Pelantikan yang Berlebihan

The New York Times melaporkan bahwa pelantikan ini dipenuhi dengan dana luar biasa yang dikumpulkan untuk acara tersebut—hingga mencapai angka $170 juta, mendekati $200 juta, yang mencatatkan rekor baru dalam sejarah pelantikan presiden Amerika. Rekor dana fantastis ini mengungkapkan pola hubungan dekat yang terjalin antara konglomerat teknologi dan pemerintah yang dipimpin oleh Trump. Mereka tidak hanya menyumbang sejumlah uang yang besar, tetapi beberapa di antaranya bahkan tidak memperoleh kursi VIP, namun tetap melanjutkan dukungan finansial tanpa malu.

Sumbangan dana yang begitu besar ini dianggap sebagai bentuk “penjilatan” terang-terangan terhadap penguasa baru dengan harapan bisa mendapatkan keuntungan pribadi atau perlakuan khusus dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump. Keterlibatan konglomerat teknologi ini bahkan menyulut tudingan mengenai praktik korupsi yang lebih tampak dari sebelumnya, dengan banyak pihak berpendapat bahwa kepentingan pribadi mulai mengaburkan apa yang seharusnya menjadi keputusan berbasis kepentingan publik.

Pelemahan Regulasi Teknologi: Para CEO Dianggap Bagai Gangster

Beberapa pihak, seperti yang dilaporkan oleh The Verge, menyatakan bahwa kehadiran para pemimpin perusahaan teknologi dalam pelantikan ini menciptakan citra buruk tentang “regulasi ala gangster”. Laporan ini menunjukkan betapa pengaruh konglomerat teknologi kini terlalu besar dalam struktur politik, mengurangi kemungkinan pemerintah untuk membuat keputusan berdasarkan kebutuhan masyarakat secara umum. Dengan regulasi yang longgar dan kebijakan pajak yang menguntungkan untuk mereka, perusahaan-perusahaan ini tampaknya lebih fokus dalam mempertahankan kekuatan finansial mereka daripada memperbaiki produk dan pelayanan yang dapat diterima oleh masyarakat luas.

Para konglomerat teknologi yang hadir di pelantikan Trump juga diketahui sedang menghadapi beberapa masalah besar di dunia hukum. Misalnya, Google dan Apple tengah menghadapi tuntutan hukum terkait praktik monopoli melalui toko aplikasi mereka, sementara Meta dihadapkan pada tuntutan untuk memisahkan WhatsApp dari portofolionya yang lebih besar. Selain itu, TikTok sendiri sedang berjuang untuk tidak diblokir di AS, di tengah ketegangan terkait masalah keamanan dan pengaruh Tiongkok.

Tantangan Kebijakan dan Masalah Pajak

Selain dari masalah regulasi dan hukum, para raksasa teknologi ini juga sering kali terbukti berhasil menghindar dari beban pajak yang seharusnya mereka bayar. Rangkaian penghindaran pajak ini menambah kesan bahwa mereka terlalu kuat untuk disentuh hukum, menciptakan ketidaksetaraan yang semakin lebar antara orang kaya dan masyarakat umum.

Namun, meskipun hubungan mereka tampak erat, beberapa pengamat berpendapat bahwa “persahabatan” yang terjalin antara para bos teknologi ini dengan Trump tidak akan bertahan lama. Ini karena meskipun mereka bekerja sama, banyak dari CEO tersebut yang juga menjadi pesaing langsung satu sama lain, dan faktor persaingan dalam dunia teknologi bisa saja menimbulkan keretakan dalam hubungan ini.

Perhatian terhadap Oligarki dan Ancaman terhadap Demokrasi

Sejumlah pengamat politik, termasuk Joe Biden, sebelumnya sudah menekankan masalah oligarki yang berkembang di AS, di mana segelintir orang kaya dan pengusaha besar memiliki terlalu banyak kekuasaan untuk mengendalikan kebijakan publik. Biden, yang beberapa kali mengungkapkan keberatannya tentang dominasi segelintir elit dalam politik, khawatir bahwa keberadaan mereka bisa merusak tatanan demokrasi yang selama ini menjadi dasar Amerika Serikat. Pelantikan Trump yang dipenuhi dengan tokoh-tokoh kaya raya ini, semakin memperjelas bahwa oligarki bisa menjadi ancaman nyata bagi jalannya pemerintahan yang lebih inklusif dan adil.