Restartid.com – Pemerintah Amerika Serikat saat ini tengah menyelidiki kemungkinan pelanggaran pembatasan ekspor GPU canggih NVIDIA yang diduga dilakukan oleh perusahaan kecerdasan buatan (AI) asal Tiongkok, DeepSeek. Menurut laporan Bloomberg, ada kekhawatiran bahwa model AI terbaru DeepSeek, R1, yang diklaim memiliki kemampuan sebanding dengan OpenAI dan Google, mungkin telah dilatih menggunakan hardware yang terkena larangan ekspor AS.
Singapura: Jalur Alternatif Distribusi GPU NVIDIA?
Singapura mengalami lonjakan signifikan dalam penjualan chip NVIDIA dalam beberapa tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa Singapura menyumbang 22% dari total pendapatan NVIDIA di kuartal ketiga tahun fiskal 2025 (Q3 FY2025)—naik drastis dari hanya 9% pada Q3 FY2023.
Kenaikan ini bertepatan dengan semakin ketatnya regulasi ekspor AS terhadap chip AI yang dikirim ke Tiongkok. Hal ini memicu spekulasi bahwa Singapura mungkin berperan sebagai jalur alternatif bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk mendapatkan GPU kelas atas seperti NVIDIA H100, yang dilarang untuk dijual langsung ke Tiongkok.
DeepSeek sendiri tidak pernah secara terbuka mengungkapkan detail spesifikasi hardware yang digunakan dalam pengembangan model R1. Namun, berdasarkan informasi yang tersedia, model sebelumnya, DeepSeek V3, menggunakan 2.048 unit GPU NVIDIA H800 dan membutuhkan 2,8 juta jam pemrosesan GPU untuk pelatihannya. Angka ini jauh lebih efisien dibandingkan Meta Llama 3, yang memerlukan 30,8 juta jam GPU.
Dengan kinerja DeepSeek R1 yang sangat mumpuni, para analis memperkirakan bahwa model ini kemungkinan dilatih menggunakan infrastruktur yang lebih kuat, termasuk penggunaan GPU yang terkena larangan ekspor AS.
Investigasi AS: Apakah Singapura Memfasilitasi Transfer GPU?
Gedung Putih dan FBI kini tengah mendalami apakah ada perantara di Singapura yang memfasilitasi transfer GPU yang dilarang ke DeepSeek. SemiAnalysis, firma analis semikonduktor, memperkirakan bahwa DeepSeek telah memperoleh sekitar 50.000 unit GPU NVIDIA Hopper, termasuk H100, H800, dan H20.
Namun, NVIDIA menegaskan bahwa pendapatan mereka dari Singapura mencerminkan lokasi “bill to” pelanggan, bukan tujuan akhir produk. Mayoritas produk mereka disebut masih dikirim ke AS atau pasar Barat. Meski begitu, otoritas AS tetap mencurigai kemungkinan bahwa beberapa unit GPU yang dikirim melalui Singapura pada akhirnya berakhir di Tiongkok.
Howard Lutnick, calon yang diajukan mantan Presiden Donald Trump untuk memimpin Departemen Perdagangan AS, turut menyoroti kasus ini dalam sidang konfirmasinya. Ia menuduh DeepSeek mencoba menghindari pembatasan ekspor AS dengan memanfaatkan jalur distribusi alternatif. Lutnick juga berjanji untuk memperketat aturan ekspor chip canggih ke Tiongkok jika ia ditunjuk sebagai pemimpin departemen tersebut.
Dampak dan Potensi Sanksi Baru dari AS
Investigasi ini dapat berujung pada langkah yang lebih agresif dari AS dalam membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi AI canggih. Jika terbukti bahwa DeepSeek memperoleh GPU secara ilegal melalui Singapura, AS kemungkinan akan:
- Menerapkan sanksi lebih ketat terhadap distribusi chip AI melalui negara ketiga, termasuk Singapura.
- Memperketat regulasi ekspor chip ke Asia Tenggara, yang berpotensi berdampak pada perusahaan teknologi lain yang bergantung pada jalur distribusi tersebut.
- Mengevaluasi kembali kebijakan ekspor GPU ke mitra dagang tertentu, dengan memastikan bahwa setiap chip yang diekspor tidak dapat dialihkan ke Tiongkok.
Saat ini, investigasi masih berlangsung, dan peran Singapura dalam rantai distribusi chip AI ini tetap menjadi tanda tanya besar. Apakah DeepSeek benar-benar berhasil mengakali pembatasan ekspor AS, ataukah ini hanya spekulasi semata? Jawabannya akan sangat mempengaruhi kebijakan teknologi dan geopolitik global ke depan.