Restartid.com – Industri telekomunikasi di Indonesia dikenal sebagai salah satu yang paling kompetitif di dunia. Dengan banyaknya pemain dan model bisnis yang bersifat terbuka (open market), persaingan di sektor ini sangat ketat. Akibatnya, tak sedikit operator yang akhirnya tumbang dan terpaksa gulung tikar, meskipun didukung oleh grup konglomerat besar.
Dalam dua dekade terakhir, sejumlah operator seluler yang dulu sempat eksis kini tinggal kenangan. Terbaru, Net1 (Sampoerna Telecom Indonesia/STI) resmi menghentikan operasionalnya pada 2021. Padahal, operator ini berada di bawah naungan Sampoerna Group, salah satu konglomerat terkemuka di Indonesia.
Deretan Operator Telekomunikasi yang Telah Gulung Tikar
Tumbangnya Net1 semakin menambah daftar panjang operator seluler yang tak mampu bertahan di tengah persaingan ketat industri telekomunikasi. Berikut beberapa operator yang lebih dulu menghentikan operasionalnya:
- Fren – Mobile 8 (2011)
- Axis – Saudi Telecom (2012) (kemudian diakuisisi XL Axiata)
- Flexy – Telkom Indonesia (2014)
- StarOne – Indosat (2014)
- Esia – Bakrie Telecom (2015)
- Bolt! – Lippo Telecom (2018)
- HiNet – Berca Hardaya Perkasa (2020)
Keputusan mereka untuk menutup layanan bukan tanpa alasan. Perang tarif yang terus berlangsung menjadi salah satu faktor utama yang mempersulit operator untuk bertahan.
Tarif Murah: Pedang Bermata Dua Bagi Operator
Dalam industri telekomunikasi, tarif murah sering kali dianggap sebagai strategi untuk menarik pelanggan. Semakin rendah tarif yang ditawarkan, semakin besar potensi pelanggan yang didapat. Namun, strategi ini justru menjadi bumerang bagi operator.
Fenomena yang dikenal sebagai scissor effect atau efek gunting semakin memperburuk situasi. Trafik penggunaan data melonjak tinggi, tetapi pendapatan operator justru stagnan atau bahkan menurun. Tanpa pemasukan yang memadai, operator kesulitan untuk terus berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur dan pemeliharaan jaringan.
Sebagai akibatnya, banyak operator yang mengalami tekanan finansial berat, hingga akhirnya tidak mampu lagi beroperasi. Ini menjadi peringatan bagi para pemangku kepentingan, baik dari sisi pemerintah maupun pelaku industri.
Peran Pemerintah dalam Menyelamatkan Industri Telekomunikasi
Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan ada lebih banyak operator yang menyusul untuk gulung tikar. Oleh karena itu, intervensi dari pemerintah menjadi krusial dalam menjaga keberlangsungan industri telekomunikasi di Indonesia.
Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan adalah pemberlakuan floor price, yakni batas tarif minimal yang bisa dikenakan oleh operator. Dengan kebijakan ini, perang tarif yang terlalu agresif bisa ditekan sehingga operator masih bisa mendapatkan margin keuntungan yang sehat.
Di tengah era digitalisasi yang semakin berkembang, keberadaan operator telekomunikasi yang kuat dan sehat secara finansial sangat penting untuk mendukung infrastruktur komunikasi nasional. Jika tidak ada regulasi yang melindungi industri ini, maka layanan telekomunikasi yang andal dan berkualitas bisa menjadi sulit diakses oleh masyarakat.