Restartid.com – Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi finansial (fintech) telah berkembang pesat dan menjadi solusi keuangan yang praktis bagi masyarakat. Tidak hanya dalam sistem keuangan konvensional, fintech juga mulai merambah ke dalam sistem keuangan syariah, yang menawarkan pendekatan berbasis prinsip Islam.
Meskipun sama-sama bertujuan untuk memberikan pembiayaan kepada individu maupun bisnis, fintech syariah dan konvensional memiliki beberapa perbedaan mendasar. Memahami perbedaan ini sangat penting agar pengguna dapat memilih layanan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan mereka.
1. Perbedaan Berdasarkan Suku Bunga
Fintech Konvensional
- Dalam sistem keuangan konvensional, kredit yang diberikan kepada nasabah menggunakan akad pinjaman berbunga.
- Besaran bunga ditentukan oleh fintech berdasarkan jumlah pinjaman yang diambil, tenor, dan kebijakan perusahaan.
- Semakin besar jumlah pinjaman dan semakin lama tenor pembayaran, biasanya semakin besar juga bunga yang harus dibayar oleh peminjam.
Fintech Syariah
- Fintech syariah tidak menggunakan sistem bunga karena dianggap mengandung unsur riba, yang dilarang dalam Islam.
- Sebagai gantinya, fintech syariah menggunakan akad berbasis syariah, seperti:
- Murabahah (jual beli) → Fintech membeli barang yang dibutuhkan nasabah, lalu menjualnya kembali dengan margin keuntungan tertentu.
- Ijarah wa Iqtina (sewa menyewa dengan opsi kepemilikan) → Fintech membeli barang dan menyewakannya kepada nasabah. Setelah periode tertentu, nasabah bisa membeli barang tersebut.
- Musyarakah Mutanaqishah (kepemilikan bersama) → Fintech dan nasabah bersama-sama membeli barang, lalu nasabah mencicil untuk mengambil kepemilikan penuh.
Karena tidak ada unsur bunga, fintech syariah lebih mengedepankan keuntungan dari sistem jual beli atau bagi hasil, bukan dari pinjaman berbunga seperti pada fintech konvensional.
2. Perbedaan dalam Resiko dan Cicilan
Fintech Konvensional
- Resiko ditanggung sepenuhnya oleh nasabah. Jika nasabah gagal membayar, mereka tetap harus melunasi pinjaman beserta bunga dan denda yang berlaku.
- Cicilan bisa berubah jika ada perubahan suku bunga dari perusahaan fintech atau kondisi ekonomi tertentu.
Fintech Syariah
- Resiko ditanggung bersama antara fintech dan nasabah, sesuai dengan akad yang digunakan.
- Cicilan bersifat tetap, karena menggunakan sistem margin keuntungan yang telah disepakati sejak awal akad.
Dengan sistem ini, fintech syariah memberikan kepastian dalam hal jumlah pembayaran bulanan, sehingga nasabah tidak perlu khawatir dengan fluktuasi suku bunga.
3. Perbedaan dalam Ketersediaan Pinjaman
Fintech Konvensional
- Umumnya menawarkan pinjaman tunai untuk berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan konsumtif hingga modal usaha.
- Proses pengajuan cukup mudah, hanya membutuhkan KTP dan bukti penghasilan.
- Nominal pinjaman bervariasi, mulai dari Rp5 juta hingga Rp250 juta, tergantung pada kebijakan masing-masing fintech.
Fintech Syariah
- Tidak menawarkan pinjaman dalam bentuk uang tunai, melainkan dalam bentuk produk pembiayaan.
- Biasanya tersedia untuk kebutuhan spesifik seperti pendidikan, perjalanan haji dan umroh, modal usaha berbasis syariah, atau pembelian barang tertentu.
- Dokumen yang dibutuhkan serupa dengan fintech konvensional, seperti KTP dan bukti penghasilan.
Dengan sistem ini, fintech syariah lebih menekankan transaksi yang jelas dan terhindar dari spekulasi, sesuai dengan prinsip transparansi dalam Islam.
Kesimpulan: Mana yang Lebih Baik?
Baik fintech syariah maupun konvensional memiliki keunggulan masing-masing. Jika mencari pinjaman cepat dengan fleksibilitas penggunaan, fintech konvensional bisa menjadi pilihan. Namun, jika menginginkan sistem pembiayaan yang terbebas dari riba dan lebih transparan, fintech syariah adalah solusi yang lebih sesuai.
Dengan memahami perbedaan mendasar ini, pengguna bisa menentukan fintech mana yang paling nyaman dan sesuai dengan prinsip keuangan yang mereka yakini. 🚀