Restartid.com – Industri teknologi tengah diguncang fenomena baru setelah aplikasi chatbot asal Tiongkok, DeepSeek, meraih popularitas luar biasa. Aplikasi ini melejit ke peringkat pertama di App Store dan Google Play, menggeser dominasi chatbot lainnya. Namun, dampaknya tak hanya terasa di dunia aplikasi, tetapi juga di pasar saham, khususnya bagi Nvidia, perusahaan chip terbesar dunia.
Berdasarkan data dari Yahoo Finance, saham Nvidia mengalami penurunan tajam hingga 16% dalam rentang waktu Jumat hingga Senin, 27 Januari 2025. Akibatnya, kapitalisasi pasar perusahaan ini tergerus sekitar USD 600 miliar.
Popularitas DeepSeek Menekan Saham Nvidia
DeepSeek mencuri perhatian karena mampu menampilkan performa AI yang luar biasa tanpa harus bergantung pada perangkat keras mahal. Fenomena ini membuat investor mempertanyakan apakah dominasi chip AI kelas atas, seperti yang diproduksi oleh Nvidia, masih menjadi faktor utama dalam pengembangan kecerdasan buatan.
Pada Jumat sore, saham Nvidia masih bertahan di angka USD 142,62 per lembar, namun pada Senin, angka tersebut anjlok menjadi USD 118,58. Penurunan ini mengindikasikan kekhawatiran investor bahwa tren baru dalam AI bisa menggeser ketergantungan pada chip Nvidia yang selama ini menjadi standar industri.
Nvidia: AI Masih Membutuhkan GPU Kuat untuk Inference
Merespons situasi ini, Nvidia melalui juru bicaranya yang dikutip oleh TechCrunch menyatakan bahwa DeepSeek memang membuktikan bahwa model AI bisa dikembangkan dengan pendekatan berbeda. Namun, dalam tahap penerapan atau inference, AI tetap membutuhkan perangkat keras yang mumpuni untuk menangani lonjakan pengguna dan mempertahankan kestabilan performa.
“DeepSeek menunjukkan bagaimana model baru dapat dikembangkan dengan teknik inovatif, menggunakan daya komputasi yang tersedia secara luas serta tetap sesuai dengan regulasi ekspor. Namun, untuk inference, tetap dibutuhkan sejumlah besar GPU Nvidia dan jaringan berperforma tinggi,” ungkap juru bicara Nvidia, Selasa, 28 Januari 2025.
Ia juga menekankan bahwa kini ada tiga hukum skala baru dalam pengembangan AI, yaitu pre-training, post-training, dan test-time scaling, yang tetap memerlukan perangkat keras canggih.
Dampak Regulasi AS terhadap Pasar Chip AI
Penurunan saham Nvidia ini juga terjadi di tengah dinamika kebijakan ekspor chip AI oleh pemerintah Amerika Serikat. Pada era Presiden Joe Biden, AS sempat membatasi ekspor chip AI ke negara-negara tertentu, termasuk Tiongkok, sebagai bagian dari strategi untuk menjaga keunggulan teknologi.
Namun, setelah pemerintahan berganti, Presiden Donald Trump membatalkan kebijakan tersebut. Meski begitu, kejadian ini menjadi peringatan bagi AS bahwa Tiongkok mampu menciptakan terobosan di bidang AI tanpa bergantung pada teknologi Amerika. DeepSeek menjadi contoh nyata bahwa dominasi AI global tidak hanya bergantung pada ketersediaan chip canggih, tetapi juga strategi inovasi yang tepat.
Kesimpulan: Arah Baru Industri AI?
Munculnya DeepSeek dan dampaknya terhadap Nvidia menunjukkan perubahan besar dalam industri AI. Jika sebelumnya kecerdasan buatan selalu identik dengan kebutuhan GPU mahal dan daya komputasi tinggi, kini muncul paradigma baru di mana efisiensi dan strategi algoritma bisa menjadi faktor kunci.
Meski Nvidia tetap mempertahankan argumen bahwa GPU canggih masih diperlukan, tren AI berbasis optimasi perangkat lunak bisa menjadi ancaman baru bagi produsen chip kelas atas. Apakah Nvidia akan mampu beradaptasi dengan perubahan ini? Atau justru pasar AI akan semakin terpecah antara hardware tradisional dan pendekatan AI berbasis efisiensi?
Yang pasti, industri AI kini berada di persimpangan jalan yang akan menentukan arah inovasi di masa depan.